Senin, 12 Desember 2011

pertengkaran dalam islam

Pertengkaran Ideologi Barat dan Islam

REP | 03 May 2011 | 10:46 117 3 Nihil
Ideologi adalah kumpulan ide atau gagasan. Kata ideologi sendiri diciptakan oleh destutt de trascky pada akhir abad ke-18 untuk mendefinisikan “sains tentang ide”. Ideologi dapat dianggap sebagai visi yang komprehensif, sebagai cara memandang segala sesuat. sebagai akal sehat dan beberapa kecenderungan filosofis, atau sebagai serangkaian ide yang dikemukakan oleh kelas masyarakat yang dominan kepada seluruh anggota masyarakat (definisi ideologi Marxisme).
Secara umum, peradaban Barat dengan segenap konsep, ide dan kandungan kulturalnya berdiri di atas satu basis pemikiran, yaitu demokrasi, atau lebih tepatnya, kebebasan yang seluas-luasnya di bidang intektualitas, agama, politik dan ekonomi. Dalam rasionalitas peradaban Barat, kebebasan ini merupakan pilar budaya mereka dan poros pemikiran yang menjaring unit-unit pandangan Barat mengenai manusia, hidup, dunia, dan masyarakat.
Kejelian dan kesadaran seoptimal mungkin tatkala kita mempelajari ide dan pemikiran Barat, supaya kita dapat menariknya keluar dari pusaran misinya, lalu mengukur sejauh mana keterkaitan serta keterpengaruhannya oleh pusaran tersebut. Dengan cara ini, sesungguhnya kita telah mengambil jalan tengah. Inilah jalan yang harus ditempuh oleh seorang muslim yang tanggap, sadar, dan waspada atas setiap konsep dan pemikiran Barat yang -secara langsung ataupun tidak-berurusan dengan bidang-bidang yang digarap oleh idologi Islam dan dikonstruksikan oleh basis pemikirannya.
Terlepas dari ada tidaknya kerangka tertentu pada suatu pemikiran  ataupun  konsep-konsepnya yang dibetot dari satu basis, merupakan  kesalahan fatal meneledorkan aspek penting itu, yakni aspek keterkaitan antara satu pemikiran dan upaya mempelajari pemikiran, sebagaimana yang kita temukan pada sebagian besar pemikir muslim sekarang dalam memperajari pemikiran-pemikiran para ahli ilmu-ilmu Sosiologi, Psikologi, dan Sejarah versi Barat.
Maka, awal dari segala sesuatu yang harus dicamkan secara konsisten ialah mengkaji sejauh mana kaitan satu pemikiran yang tengah dikaji dengan basis yang telah terbukti kerapuhannya. Dan, berdasarkan kaitan ini, pencermatan  kita harus terfokus pada pemikiran tersebut, lalu memberikan keputusan menolak atau menerima, sesuai dengan kesimpulan yang sudah kita fahami.
Sama fatalnya dengan kesalahan di atas tadi, tatkala sebagian ulama dan pemikir Islam memvonis mati semua pemikiran Barat yang berhubungan dengan realitas hidup manusia, sebelum akhirnya mereka melepaskan coup de grace untuk meyakinkan kita bahwa selama basis pemikiran itu rapuh, maka apa saja yang disimpulkan darinya pasti salah.
Bahwasanya  penyimpulan satu pemikiran dari suatu basis dalam bidang-bidang teoritis tidak berarti bahwa ia adalah hasil yang  niscaya dari inferensi basis tersebut, tidak pula berarti bahwa  validitas pemikiran itu bergantung mutlak kepadanya. Akan tetapi, sebagaimana yang telah saya isyaratkan, pemikiran itu ditampung untuk dituangkan ke dalam penafsiran yang tidak bertentangan dengan basis yang kita anut sendiri, baik pemikiran itu ditarik langsung darinya ataupun tidak. Adapun basis pemikiran itu sendiri, kalaupun salah, hal ini tidak melazimkan salahnya setiap pemikiran dan konsep  yang tidak bertentangan dengan (dasar) yang salah.
kewajiban semua kaum muslim supaya menjadikan Islam sebagai basis pemikiran dan kerangka umum untuk setiap konsep peradaban dan pemikiran tentang dunia, tentang kehidupan, tentang kemanusiaan, dan tentang kemasyarakatan. Nyaris tidak perlu dinyatakan lagi bahwa keimanan Islam sendiri merepresentasikan satu basis dan menghadirkannya secara nyata dalam jiwa setiap  muslim.
Hanya persoalannya sekarang ini, tatkala keimanan ini mengalir dalam jiwa kebanyakan kaum muslim tanpa dilengkapi kesadaran yang penuh, kita menyaksikan secara memprihatinkan bagaimana mereka itu tidak lagi berlindung pada dataran yang semestinya; yakni dataran yang diguyur aspal misi Islam sebagai kerangka umum pemikiran umat.
Persoalan itulah yang menjadi titik beda antara idiologi Islam dan dan idologi Barat seputar pandangan mereka terhadap kerangka umum pemikiran. Titik beda itu tidak berasal dari dalam esensi misi mereka, tetapi lebih merupakan konsekuensi dari perbedaan tingkat kesadaran dan kepekaan mentalitas setiap golongan terhadap misi masing-masing.
Diakui atau tidak, ada perasaan getir yang menuntut peran aktif dari misi yang konstruktif dalam berbagai bidang pemikiran dan pergerakan. Inilah perasaan yang tengah menggelinjang di sekujur wujud umat muslim. Inilah keinsafan yang penuh berkah, yang geliat-geliatnya kian menggetarkan di berbagai titik dunia. Inilah runtutan gelombang spiritual yang semakin berlipat-lipat dan mengantarkan arus kepekaan religius yang begitu kuat.
Semua ini menegaskan bahwa misi dan misi Islam  telah kembali bergerak di dalam jalurnya menuju posisi porosnya yang hakiki, menuju pusaran basis pemikiran di dalam inteletualitas Islam. Yakni, ketika umat Islam menghidupkan kembali keimanan meraka pada misi secara  sadar, bukan secara taklid buta, dan memupuk kembali ketulusan mereka kepadanya sepenuh-penuhnya, bukan ketulusan palsu yang  cuma bersandar pada silsilah keturunan dan lingkungan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar